Pandeglang, ruangpottlot.com – Seorang Nenek warga tidak mampu dari kecamatan Pagelaran Kabupaten Pandeglang yang membutuhkan layanan kesehatan di RSUD Berkah tidak bisa menerima manfaat Jaminan Kesehatan PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari Pemerintah, padahal yang bersangkutan adalah penerima bantuan tersebut sejak lama dan masih terdaftar dalam DTKS. Setelah di cek Kartu Indonesia Sehat (KIS) miliknya tersebut dalam keadaan tidak aktif.
Deni, Sang Cucu Nenek tersebut harus bolak balik Dinsos-Rumah Sakit untuk pengaktifan kembali Kartu KIS, namun hasilnya mengecewakan karena jawaban pihak dinsos kartu KIS PBI sang Nenek tidak bisa lagi diaktifkan dengan alasan kartu tersebut sudah dua kali non aktif.
Hal itu diungkapkan oleh Deni kepada ruangpottlot.com. Deni mengatakan awalnya dirinya mendatangi Dinas Sosial Pandelang atas saran dari TKSK kecamatan Pagelaran untuk mengurus Re-Aktivasi KIS pada hari Senin (31/01/2022).
“Atas Saran dari TKSK saya membawa Persyaratan untuk meminta permohonan pengaktifan kartu tersebut ke Dinsos Kabupaten, tapi ternyata kartu tersebut tidak bisa diaktifkan kembali dengan alasan sudah dua kali pengaktifan, dan disarankan untuk menempuh jalur SKM (Surat Keterangan Miskin-Red)”, ujar Deni.
Deni kebingungan lantaran SKM hanya dapat dipergunakan satu kali sementara Sang Nenek diharuskan berobat jalan apabila kondisinya sudah membaik, tentu hal tersebut membutuhkan biaya lagi, Deni sendiri tidak mampu untuk membiayai neneknya yang sebatang kara.
“Pihak Dinsos mengatakan bantuan PBI Nenek Saya dihapus langsung dari pusat, dan saya diarahkan supaya bisa langsung konsul ke pihak kantor BPJS, kata Deni.
“Padahal setau Saya menurut informasi dari pihak Desa, untuk ke BJPS harus membawa Surat Keterangan Dari Dinas Sosial Kabupaten, ini Saya tidak mendapatkan surat tersebut alasan dihapusnya bantuan PBI Nenek Saya pun tidak dijelaskan”, keluhnya.
Kepala Dinsos Kabupaten Pandeglang, Hj. Nuriah saat dihubungi mengatakan bahwa ada pengurangan Quota dari APBN untuk PBI Jaminan kesehatan, agar hal tersebut dipahami oleh semua pihak.
“APBN ada pengurangan Quota (Peserta PBI-Red)”, ujarnya melalui pesan whatsapp. Kadis juga menyampaikan kalau ada warga tidak mampu yang memang layak membutuhkan layanan kesehatan itu ranahnya lembaga kesehatan. “Mangga itu ranah Kes (Lembaga Layanan Kesehatan/Kemenkes/BPJS Kesehatan-Red)”, katanya.
Terkait hal tersebut Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Pangdeglang angkat bicara. Apandi Wakil Ketua GPM Pandeglang mengatakan bahwa Dinsos Kabupaten Pandeglang tidak mengerti peraturan perundangan-undangan.
“Dinsos Pandeglang ini gak ngerti perundang-undangan, tidak bisa ujug-ujug warga yang lapor disuruh ke BPJS kesehatan tanpa keterangan atau rekomendasi dari Dinsos”, ujar Apandi.
“Acuan PBI ini kan Permensos nomor 21 tahun 2019, di pasal 6 ayat 8 dan 9 disebutkan Peserta PBI Jaminan Kesehatan yang dihapuskan, namun kemudian masih layak membutuhkan layanan kesehatan diwajibkan melapor kepada dinas sosial daerah kabupaten/kota setempat untuk mendapatkan surat keterangan dari dinas sosial daerah kabupaten/kota setempat lalu menyampaikan surat keterangan tersebut kepada kantor cabang/layanan operasional
BPJS”, bebernya.
“Jadi mestinya ketika ada warga tidak mampu yang melapor, ya dibuatkan Surat keterangan oleh dinsos terangkan bahwa yang bersangkutan adalah warga tidak mampu dan sangat membutuhkan layanan kesehatan segera, apalagi jelas-jelas warga tersebut katanya terdata dalam DTKS”, lanjutnya.
“Bahwa betul memang melalui kebijakan Kemensos RI yang kontroversial, ada pengurangan Penerima PBI Jamkes sekitar 9 jutaan penerima tapi Dinsos juga mestinya bisa selektif mendata tidak asal-asalan menghapus, ada yang salah juga dengan pendataannya di bawah”, Jelas Apandi.
Apandi juga menyinggung soal keputusan Menteri Sosial RI terkait penetapan Penerima PBI Jaminan kesehatan.
“pengurangan tersebut kan Berdasarkan Kepmensos RI nomor nomor 92/HUK/2021 yang dicabut dan diganti dengan Kepmensos RI nomor 111/HUK/2021 tentang Penetapan Penerima PBI Jamkes , bahwa intinya data fakir miskin penerima PBI didasarkan pada DTKS dan Data perbaikan NIK; dalam diktum kedua disebutkan data perbaikan NIK harus dilakukan verifikasi kelayakan oleh Pemda dalam hal ini Dinsos pelaksananya, jadi ada peran Dinsos disitu jangan bilangnya dihapus oleh pusat saja”
Apandi mengatakan apabila masalah Nenek warga tidak mampu yang membutuhkan layanan kesehatan tersebut tidak terselesaikan di kabupaten, pihaknya akan membantu untuk melakukan pengaduan langsung ke Kementerian Sosial agar Nenek tersebut dapat masuk sebagai penerima.
“kami menganggap Nenek ini adalah korban kelalaian Dinsos dalam pendataan dan verifikasi kelayakan, tidak seharusnya Nenek ini masuk dalam pengurangan peserta, pengurangan jumlah PBI juga mestinya disosialisasikan kepada masyarakat terutama warga tidak mampu agar ketika berobat mereka tidak kaget dan dapat mempersiapkan diri dalam pengobatan tanpa Jaminan Kesehatan”, pungkasnya. (dr)