Eksistensi Media Masa Dalam Pemilu			No ratings yet.

Eksistensi Media Masa Dalam Pemilu

Eksistensi Media Masa Dalam Pemilu

Oleh: A. Munawar

 

“Jika saya disuruh memilih antara pemerintah tanpa pers yang bebas dengan pers yang bebas tanpa pemerintah, maka saya akan memiliah pers bebas tanpa pemerintah.” (Thomas Jefferson)

Pengejawantahan dari bentuk negara demokrasi yang diamanatkan UUD ‘45, salah satunya ialah dengan diselenggarakannya pemilu. Pemilu menjadi momentum kompetisi yang megah sehingga dalam  pelaksanaannya seolah  tidak ada obrolan yang menarik selain membicarakan aktifitas pemilu. Timses dari semua calon melakukan kampanye tak ubahnya sebuah perusahaan menawarkan barang dan jasa yang di produksi oleh sebuah perusahaan. Namun oleh para peserta pemilu, waktu kampanye dirasa singkat, masa kampanye dirasa kurang dalam proses pemilu, demi sebuah suksesi. Dalam waktu yang singkat itulah para kandidat peserta pemilu harus memaksimalkan waktu yang telah di tentukan penyelenggara pemilu, sehingga hampir rata-rata semua kandidat peserta pemilu banyak memanfaatkan media elektronik atau pun media cetak, untuk melakukan pencitraan dan pengenalan figur, agar dapat dikenal dan berharap mendapat simpatik dari pemilih.

Wajar kiranya jika hari ini para tokoh-tokoh atau aktor-aktor politik lebih banyak memanfaatkan media masa atau pers untuk popularitasnya. Konsistensi dan eksistensi pers hari ini sungguh luar biasa, pers atau media masa menjadi salah satu yang diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat, jujur dan terpercaya serta mampu mengungkap data dan fakta yang aktual, selain itu pers atau media masa juga diharapkan mampu merubah mindset publik. Karena pers hari ini dianggap memiliki peran yang sangat besar dalam perubahan bangsa kearah yang lebih baik. Pasca reformasi kebebasan berekspresi dan beraspirasi yang menjadikan berbeda dengan ”tempoe doeloe” sebagaimana terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang mampu memberedel pers jika dianggap kabar yang di informasikan pada publik kurang sinergis dengan tujuan atau kebijakan pemerintah. Dalam perkembangan iklim demokrasi di Indonesia dewasa ini menunjukan bahwa tidak ada batasan bagi pers untuk memberikan informasi kepada masyarakat selama itu dianggap sebuah berita. Tapi jika tidak hati-hati pers dengan kebebasannya bisa terjebak sekedar menjadi institusi bisnis yang misi utamanya tak lain hanya semata-mata mencari profit, mengingat pers dewasa ini menjadi industri. Ada kehawatiran, seandainya media masa elektronik atau pun media cetak mengindahkan nilai-nilai independensinya serta hanya sebagai alat propaganda dan sebatas kepentingan promosi sebagian elit politik meraih kekuasaan.

Fungsi media diharapkan mampu menterjemaahkan konstalasi politik dan representasi dari setiap individu atau kelompok yang mempunyai i’tikad mencalonkan diri menjadi presiden, gubernur, bupati/walikota serta anggota legislatif sangat penting dan menjadi sasaran utama, terutama bagi para politisi di seluruh penjuru daerah di Indonesia. Hari ini saja kita dapat sama-sama melihat di media masa mulai dari TV, Radio, surat kabar/koran baik nasional maupun lokal sudah mulai bermunculan para tokoh-tokoh politik yang akan manggung di dalam setiap momentum pemilu mendatang, dan rata-rata tokoh-tokoh tersebut yang sering muncul adalah mereka yang mendominasi atau memiliki saham di media masa tertentu dan memiliki kekuatan pinansial besar untuk mendongkrak populeritas individu tokoh politik atau pun partainya. Lantas timbul pertanyaan? Apakah netralitas dan independensi dari media masa yang sahamnya sudah sebagian di dominasi oleh tokoh politik tertentu masih bisa propesional, netral dan menjaga independensi serta objektivitasnya.

Ada harapan yang muncul kepada lembaga pers, baik nasional maupun lokal. Bagaimana insan pers mampu menjaga netralitas, independensi, propesionalitas serta objektifitasnya agar mampu bersama-sama memberikan pendidikan politik yang sesungguhnya dalam menghadapi setiap momentum pemilu. Tak kalah penting, bahwa media masa lokal hari ini yang selalu ramai memuat berita pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah di dalam sekala lokal, mampu menyajikan informasi yang faktual serta menjungjung tinggi nilai-nilai propesionalitas sebagai lembaga pers dan diharapkan mampu memberikan pendidikan politik nasional atau pun lokal melalui media masa, dengan menjungjung tinggi netralitas, independensi serta objektifitasnya dalam menyajikan informasi dengan tidak ada kecenderungan kepada pihak penguasa (incumbent) ataupun hanya pada elit politik tertentu. Hingga kehadiran lembaga pers lokal bukan hanya profit oriented semata.

Meminjam istilah Jacob Oetama (2005), praktisi media masa, ia mengatakan bahwa “media masa adalah organis, maka ia juga hidup, punya peranan, punya tujuan, memiliki pandangan hidup, sikap, dan orientasi nilai”. Jika dikaitkan dengan pemilu justru pers mempunyai tujuan tersendiri, tergantung apa yang akan dikedepankan oleh media yang bersangkutan. Setiap peristiwa termasuk kejadian politik tak luput dari keterlibatan media masa yang juga kerap disebut pers. Media masa pun turut menaruh perhatian dan meliputi peristiwa politik seperti pesta demokrasi (pemilu). Jadi dalam pesta demokrasi atau pemilu untuk menentukan pemimpin atau keterwakilan di parlemen  atau pun lembaga eksekutif, media masa punya peran yang signifikan.

Media masa bekerja berlandaskan peraturan perundang-undangan (UU No. 40/1999 tentang Pers), kaidah jurnalisme, kode etik, dan kebijakan redaksi. Selain ke empat elemen ini, Jacob Oetama menambahkan unsur lain yakni kredibilitas (kepercayaan) berita, dan media masa harus memenuhi unsur dapat dipercaya. Dapat dipercaya adalah sarat dan kondisi lain yang membuat media masa baik cetak (surat kabar, majalah, tabloid, dan buletin kantor berita) dan elektronik (tv, radio, online) maupun media masa baru yakni cyber-jurnalism/jurnalisme internet dapat dibaca dan dinikmati orang dan akhirnya berkembang.

Media masa menjadi kelompok penting yang harus menjaga profesionalisme karena tertumpu segenggam harapan yang ditaruh masyarakat pada estate ke empat demokrasi ini. Bagaimana tidak, mendapatkan informasi dengan mudah hanya melalui media masa, maka sejatinya lembaga pers adalah harapan bangsa dalam pelaksanaan demokrasi demi terciptanya kedaulatan yang adil dan beradab. Sehingga ditangan desentralisasi dan kebebasa informasi, bangkitnya industri pers online baik nasional atau pun lokal telah memberi kontribusi dan warna baru dalam tradisi bermedia dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Namun demikian, pekerjaan rumah (PR) bagi lembaga-lembaga pers (media masa) hari ini, terutama diranah lokal masih menunjukan persoalan yang rumit dan pelik untuk di urai. Netralitas dan profesionalitas pers dalam momentum pemilu atau pemilihan akan menunjukan kesan eksistensi dan konsistensinya dalam menyukuhkan informasi yang edukatif.

Walau muncul khawatir dengan dua hal yang berpotensi mereduksi peran pers; alih-alih menjadi lembaga ke empat (fourth estate) yang mengawal proses demokratisasi, justru misfungsi menjadi kepanjangan tangan penguasa yang menyokong kepentingan kekuasaan jangka pendek nasionalisme kesukuan dan primordialisme lokal.

Tujuan penting demi tercapainya demokrasi yang sehat dan mencerdaskan ialah dengan memaparkan pentingnya kejujuran media dalam memberikan informasi dan mencarna informasi yang disampaikan pers yang mesti lebih skeptis, analisis dan kritis pada setiap informasi yang didapatkan oleh masyarakat dari media apapun. Lain dari pada itu harapan besar untuk dapat menilai dan memilih pemimpin bangsa, masyarakat kerap hanya bisa menilai dari kejauhan seperti membaca, melihat dan menyimak media cetak dan elektronik.

Ada hal yang tak kalah pentingnya selain dari pembahasan diatas, dimana peran media masa baik elektronik mau pun media cetak (pers) yang sangat memiliki peran yang sangat besar untuk memberikan informasi, pendidikan dan peran yang lainnya, bisa dimanfaatkan untuk menjalin sinergi dalam penyelenggaraan pemilu atau pemilihan dengan tujuan untuk memberikan pendidikan politik, memberi informasi yang faktual, meminimalisir segala kemungkinan konflik yang terjadi akibat kepentingan dan kesalah fahaman dalam penyelenggaraan pemilu, serta yang lainnya. Melalui media masa, strategi pencegahan sendiri dirasa sangatlah penting untuk meminimaliasi palanggaran dari pada melakukan penindakan pelanggaran itu sendiri.

Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Pandeglang