ruangpottlot.com, Pandeglang. Proses pemilihan kepala Desa Serentak di kabupaten pandeglang yang akan di Gelar pada 18 Juli 2021 Mendatang sudah memasuki Tahap pendaftaran Calon. Pemilihan Kepala Desa secara langsung merupakan Amanat dari Undang-Undang dalam Hal ini Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sebagai pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan
Sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun apakah pengaturan soal pemilihan kepala Desa ini sudah sesuai dengan asas-asas pengaturan Desa itu sendiri? Ketua Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Pandeglang; Wildan Patmawisastra menyorotinya dalam perspektif Kebijakan Daerah.
Ditemui di Kantor Sekretariat GPM (18/06/2021) Bung Wildan sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten pandeglang tahun ini belum sepenuhnya menjamin kepastian hukum dan rawan akan kebocoran kas Negara.
Pelaksanaan Pilkades serentak di kabupaten Pandeglang Tahun ini dipedomani oleh peraturan Bupati nomor 7 tahun 2021 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Namun menurut Wildan Pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan dari pengaturan Desa, pada pasal 4 undang-undang Desa menyebutkan salah satu tujuan pengaturan Desa yaitu memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia.
“Untuk itu Pemilihan Kepala Desa mestinya dipersiapkan dengan baik dan menjamin kepastian hukum. Dalam hal sengketa perselisihan misalnya masih terdapat kerancuan, mana ranah sengketa administrasi dan mana sengketa hasil serta seperti apa alur teknisnya dan pihak-pihak mana yang diberi kewenangan. Tidak terlihat secara detail dan mestinya tidak langsung di bebankan kepada Bupati tetapi ada sebuah ‘tempat khusus’ untuk “Ruang Sengketa”, terang wildan.
Kedua, dalam peraturan Bupati tidak ada kepastian pembuktian syarat pemilih, KTP, Kartu Keluarga, surat domisili dari dinas terkait itu tidak di sebutkan. Padahal jelas rujukannya di UU 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan UU 24 Tahun 2013. Sehingga dikhawatirkan munculnya pemilih siluman atau hak pilih warga hilang. Selain itu data awal pemilih menyebutkan dari DPT, DPT apa? yang mana? juga tidak jelas. Akurasi daftar pemilih ini menjadi penting karena dalam Pilkades yang berhak memilih hanyalah mereka yang tertera dalam DPT, tutur Wildan.
Selain itu wildan menuturkan prinsip asas “luber jurdil” mestinya dapat menjamin setiap masyarakat yang memenuhi syarat dapat dipilih dan memilih, karena hal tersebut juga bagian dari HAM yang di jamin oleh konstitusi UUD 45 bahkan organisasi dunia (PBB), namun ternyata Perbup membatasi calon dengan sistem penjaringan.
“Selanjutnya Saya khawatir adanya kebocoran keuangan negara oleh para kepala desa yang kembali mengikuti kontestasi di pilkades, dengan memanfaatkan Dana Desa untuk suksesinya. Di Peraturan Bupati hanya mengatur cuti setelah penetapan calon. “Tidak ada jaminan konsekuensi terhadap dana desa. Saya berharap Aparat Penegak Hukum jeli dan melakukan pengawasan khusus, apalagi melihat peran inspektorat yang tidak dimaksimalkan dalam momentum ini”, Ungkap Wildan.
Terakhir kata Wildan berkaitan dengan partispasi masyarakat. Dalam Perbup nomor 7 tahun 2021 tidak ada satupun klausul yang mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan Pilkades, padahal partisipasi masyarakat adalah hal penting bagi sebuah penyelenggaraan pemilihan, terutama Pilkades sebagai upaya pendidikan bagi masyarakat untuk tegaknya demokrasi di Desa.
Pemerintah Kabupaten telah diberikan kewenangan oleh undang-undang dalam menetapkan kebijakan pemilihan kepala Desa di daerahnya, jadi tanggung jawab Pilkades berada di pundak pemkab.
Pilkades juga mestinya tidak dimaknai sebagai ritualitas pemilihan saja tetapi bagaimana membangun sebuah tatanan Demokrasi yang luhur dari Desa untuk Indonesia, sesuai Nawacitanya Presiden Jokowi Membangun Indonesia dari Pinggiran.
Berkualitas atau tidak Pilkades tergantung Pemkab yang mengatur. Gagalnya Pilkades maka runtuhnya Demokrasi, Pungkas Wildan. (dr)